Habis istirahat di penginapan, iseng-iseng kita jalan kaki mau lihat salah satu sumur tempat sumber panas bumi PLTP Dieng yang di kelola oleh PT. Geo Dipa Energy, letaknya sekitar 1 KM dari penginapan ke arah telaga Mardada, jalannya lumayan jauh dan menanjak mana kendaraannya kenceng-kenceng lagi, sebenernya orang sipil gak boleh masuk area sekitar sumur, tapi kita nekat aja berlagak jadi penduduk sekitar (padahal dari dandanan juga udah mencolok banget hehehe...) asal gak terlalu deket mah gak kenapa-napa kali ya. Sambil dilihatin penduduk sekitar dengan tatapan penuh curiga dan terheran-heran kita foto-foto dengan santainya.
Sekedar informasi PLTP Dieng sebelumnya ditangani oleh PT Himpurna California Energy (HCE), sebuah perusahaan patungan antara Himpunan Purnawirawan ABRI (Himpurna) dengan California. Namun, karena proyek macet maka kemudian diteruskan oleh PT Geo Dipa Energy yang merupakan perusahaan patungan antara PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Geo Dipa Energi saat ini dimiliki oleh Pertamina 67% saham dan PLN 33%.
Selain PLTP Dieng, perusahaan itu juga menangani PLTP Patuha yang diperkirakan memiliki potensi kapasitas sampai 400 Mwe dan menurut rencana baru akan dioperasikan tahun 2010. PLTP Dieng yang memiliki potensi kapasitas sampai 300 Mwe saat ini baru memiliki kapasitas 1x60 Mwe dan sudah dihubungkan dengan sistem jaringan interkoneksi Jawa-Bali-Madura. Usaha intensif terus dilakukan agar target yang diinginkan tercapai dengan terus melakukan peningkatan kemampuan dan pengembangan terencana melalui pembangunan Proyek Dieng Unit 2 dan 3, yang berkapasitas masing masing 60 Mwe.
Setelah dari sumur sumber panas bumi ini kita bergerak ke tempat yang lain sekalian cari kendaraan turun dari Dieng menuju Wonosobo tapi mampir dulu di Agrowisata Perkebunan Teh Tambi & Menara Pandang.
Info dari berbagai sumber
Cari Artikel
Tuesday, April 21, 2009
Telaga Warna, DPT & Komplek Goa (Dieng)
Setelah dari Gunung Cikunir/Sikunir dan melihat area candi & Kawah Sikidang kita menuju ke tempat wisata selanjutnya yaitu Telaga Warna, Dieng Plateau Theatre & Komplek Goa, untuk masuk ke dalam area Telaga Warna kita perlu beli tiket masuk Rp.5.000,- sudah termasuk area Komplek Goa, untuk masuk ke Dieng Pateau Theatre (DPT) kita harus membayar tiket masuk lagi sebesar Rp.3.000,-.
Telaga Warna
Kalau cuaca baik dan matahari sudah agak tinggi kita bisa melihat jelas perbedaan beberapa warna dari Telaga Warna tersebut, variasi warna tergantung dari cuaca, waktu dan tempat melihatnya, untuk mendapatkan view yang lebih baik sebenarnya kita bisa naik bukit yang ada disebelahnya, hiking lagi agak capek sih tapi kita ga perlu bayar tiket masuk buat ngeliatnya dan selain gratis yang jelas view-nya lebih yahud, dijalan naik/turun bukit ini juga ada pintu masuk ke telaga dari samping yang gak perlu bayar alias gratis kalau pengunjungnya lagi banyak sih gak ketahuan tapi kalau lagi sedikit bisa keliatan jelas banget, kan tengsin juga pas mau keluar di tagih bayar tiket hehehe...
Menurut masyarakat setempat, ada suatu kisah yang menyebabkan warna danau alias telaga itu berwarna-warni. Konon, dahulu ada cincin milik bangsawan setempat yang bertuah namun terjatuh ke dasar telaga, tapi kalau dari kajian ilmiah telaga ini merupakan kawah gunung berapi yang mengandung belerang. Akibatnya, bila air telaga terkena sinar matahari akan dibiaskan menjadi warna-warni yang indah.
Tidak jauh dari situ ada telaga yang berukuran lebih kecil. Telaga Pengilon, namanya. Airnya yang jernih seperti cermin itulah yang membuat penduduk setempat memberi nama Telaga Pengilon. Lagi-lagi ada mitos penduduk menyebutkan bila danau ini bisa untuk mengetahui isi hati manusia. Bila ia terlihat cantik atau tampan ketika memandang air telaga ini, maka hatinya baik, bila sebaliknya maka ia termasuk orang berhati kurang baik, yah boleh percaya boleh nggak sih namanya juga mitos.
Komplek Goa
Tidak jauh dari Telaga Warna & Telaga Pegilon ada beberapa goa alam yang memiliki legenda dan suasana yang mistis, setidaknya ada tiga goa disini yaitu Goa Semar, Goa Sumur & Goa Jaran.
Tidak seperti DPT yang bikin kisruh di Pemilu kali ini (Daftar Pemilih Tetap), DPT yang satu ini akan menambah pengetahuan anda tentang Dieng Plateau.
Dieng Plateau Theater adalah sarana wisata berupa bioskop yang materinya berupa informasi peristiwa alam Dieng dan apa saja yang ada di wilayah Dieng, seperti peristiwa Sinila tahun 1979 yang meminta banyak korban dari penduduk Dieng. Sarana ini digagas dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, Bapak H. Mardiyanto. Terletak di lereng bukit Sikendil, kira-kira 1.5 km dari pertigaan masuk Dieng, 250 meter dari Telaga Warna. Berada pada ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut.
Kapasitas tempat duduk adalah 100 kursi. Di sekitarnya dilengkapi dengan taman dan tempat untuk bersantai. Dari sana tampak rangkaian pegunungan seperti: Gunung Prahu, Gunung Juranggrawah, Gunung Pangonan, Gunung Sipandu, Gunung Nagasari, Gunung pangamun-amun, dan Gunung Gajah Mungkur.
Sarana yang menelan biaya investasi sebesar Rp.2 milyar lebih ini cocok sekali bagi anda yang ingin mengetahui peristiwa alam di Dieng dan Budaya masyarakat sekitarnya. Objek yang berada di kawasan Dieng itu nantinya diharapkan akan memberikan manfaat bagi dua kabupaten yang berbatasan, yakni Wonosono dan Banjarnegara. Harapan itu tak berlebihan setelah melihat sukses paska dibangunnya Ketep Plateau Theater yang manfaatnya telah dirasakan Kabupaten Magelang dan Boyolali.
Sebagian info DPT diambil dari situs wonosobokab.go.id
Telaga Warna
Kalau cuaca baik dan matahari sudah agak tinggi kita bisa melihat jelas perbedaan beberapa warna dari Telaga Warna tersebut, variasi warna tergantung dari cuaca, waktu dan tempat melihatnya, untuk mendapatkan view yang lebih baik sebenarnya kita bisa naik bukit yang ada disebelahnya, hiking lagi agak capek sih tapi kita ga perlu bayar tiket masuk buat ngeliatnya dan selain gratis yang jelas view-nya lebih yahud, dijalan naik/turun bukit ini juga ada pintu masuk ke telaga dari samping yang gak perlu bayar alias gratis kalau pengunjungnya lagi banyak sih gak ketahuan tapi kalau lagi sedikit bisa keliatan jelas banget, kan tengsin juga pas mau keluar di tagih bayar tiket hehehe...
Menurut masyarakat setempat, ada suatu kisah yang menyebabkan warna danau alias telaga itu berwarna-warni. Konon, dahulu ada cincin milik bangsawan setempat yang bertuah namun terjatuh ke dasar telaga, tapi kalau dari kajian ilmiah telaga ini merupakan kawah gunung berapi yang mengandung belerang. Akibatnya, bila air telaga terkena sinar matahari akan dibiaskan menjadi warna-warni yang indah.
Tidak jauh dari situ ada telaga yang berukuran lebih kecil. Telaga Pengilon, namanya. Airnya yang jernih seperti cermin itulah yang membuat penduduk setempat memberi nama Telaga Pengilon. Lagi-lagi ada mitos penduduk menyebutkan bila danau ini bisa untuk mengetahui isi hati manusia. Bila ia terlihat cantik atau tampan ketika memandang air telaga ini, maka hatinya baik, bila sebaliknya maka ia termasuk orang berhati kurang baik, yah boleh percaya boleh nggak sih namanya juga mitos.
Komplek Goa
Tidak jauh dari Telaga Warna & Telaga Pegilon ada beberapa goa alam yang memiliki legenda dan suasana yang mistis, setidaknya ada tiga goa disini yaitu Goa Semar, Goa Sumur & Goa Jaran.
- Goa Semar, Pengunjung bisa langsung mengetahui goa itu karena ada arca Semar di depan mulut goa-nya. Semar adalah salah satu punakawan yang dianggap paling bijaksana. Dinamai Goa Semar karena penduduk setempat percaya bila goa ini dijaga oleh Eyang Semar. Banyak orang bersemedi di goa ini, laki atau perempuan dengan tujuan menginginkan keselamatan.
- Goa Sumur, Tidak jauh dari Goa Semar ada Goa Sumur, di depannya ada arca wanita dengan membawa kendi. Goa ini memang memiliki kolam kecil yang airnya konon katanya bertuah. Banyak yang percaya air di Goa Sumur ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat kulit jadi lebih cantik. Adapula yang menggunakannya untuk upacara suci seperti umat Hindu dari Bali. Karena pintu goa biasanya dikunci untuk menjaga kesuciannya maka untuk masuk kedalam goa perlu minta tolong juru kunci (Kuncen) untuk membukanya (sama halnya dengan Goa Semar), Juru kunci tinggal tidak jauh dari area Goa & Telaga Warna.
- Goa Jaran, dinamakan Goa Jaran atau yang bisa diartikan Goa Kuda karena dulu katanya adalah tempat pertapaan Resi Kendaliseto, suatu saat ketika hujan deras, ada seekor kuda yang berteduh di dalamnya. Anehnya ketika kuda itu keluar dari lubang goa keesokan harinya kuda itu telah berbadan dua alias hamil. Sebagian masyarakat percaya bila gua ini bisa digunakan untuk semedi para wanita yang sulit mendapatkan keturunan. Tidak seperti 2 goa lainnya Goa Jaran bisa dimasuki tanpa juru kunci tapi tempatnya sempit sekali, biasanya orang yang bersemedi duduk di pendopo depan mulut goa (sekali lagi katanya sih begitu).
Tidak seperti DPT yang bikin kisruh di Pemilu kali ini (Daftar Pemilih Tetap), DPT yang satu ini akan menambah pengetahuan anda tentang Dieng Plateau.
Dieng Plateau Theater adalah sarana wisata berupa bioskop yang materinya berupa informasi peristiwa alam Dieng dan apa saja yang ada di wilayah Dieng, seperti peristiwa Sinila tahun 1979 yang meminta banyak korban dari penduduk Dieng. Sarana ini digagas dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, Bapak H. Mardiyanto. Terletak di lereng bukit Sikendil, kira-kira 1.5 km dari pertigaan masuk Dieng, 250 meter dari Telaga Warna. Berada pada ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut.
Kapasitas tempat duduk adalah 100 kursi. Di sekitarnya dilengkapi dengan taman dan tempat untuk bersantai. Dari sana tampak rangkaian pegunungan seperti: Gunung Prahu, Gunung Juranggrawah, Gunung Pangonan, Gunung Sipandu, Gunung Nagasari, Gunung pangamun-amun, dan Gunung Gajah Mungkur.
Sarana yang menelan biaya investasi sebesar Rp.2 milyar lebih ini cocok sekali bagi anda yang ingin mengetahui peristiwa alam di Dieng dan Budaya masyarakat sekitarnya. Objek yang berada di kawasan Dieng itu nantinya diharapkan akan memberikan manfaat bagi dua kabupaten yang berbatasan, yakni Wonosono dan Banjarnegara. Harapan itu tak berlebihan setelah melihat sukses paska dibangunnya Ketep Plateau Theater yang manfaatnya telah dirasakan Kabupaten Magelang dan Boyolali.
Sebagian info DPT diambil dari situs wonosobokab.go.id
Komplek Candi & Kawah Sikidang (Dieng)
Dari Puncak Cikunir perjalanan bisa dilanjutkan ke Telaga Warna (satu area dengan Komplek Goa) atau Kawah Sikidang (satu area dengan Komplek Candi), kali ini kita coba ke area komplek Candi & Kawah Sikidang dahulu, tempat wisata ini sudah masuk daerah Banjarnegara & untuk dapat memasukinya kita harus membeli tiket masuk seharga Rp.6.000,-/0rang (guide tidak perlu beli tiket).
Letak pintu masuknya cukup dekat dari penginapan ± sekitar 500 meter, kita mulai dari Komplek Candi Arjuna sampai ke Kawah Sikidang, kalau anda hanya ingin melihat Kawah Sikidang saja bisa langsung menuju kesana (gak perlu bayar tiket, tempat beli tiket hanya di Komplek Candi saja) letaknya cukup jauh dari penginapan apabila di tempuh dengan jalan kaki tetapi kalau dari Puncak Cikunir cukup dekat (bisa motong jalan) jadi sekalian jalan ke Telaga Warna atau pulang ke peginapan (minta diarahkan guide-nya saja).
Komplek Candi di Dieng
Di Dataran Tinggi Dieng dapat dijumpai perkomplekan candi yang banyak jumlahnya. Penamaan candi diambil dari nama wayang yang bersumber dari cerita Baratayuda seperti Candi Puntadewa, Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Gatotkaca dan sebagainya.
Latak bangunan terpencar di beberapa tempat, sebagian ada yang mengelompok dan sebagian lain berdiri sendiri. Kelompok candi yang mengelompok yaitu komplek Percandian Arjuna yang berderet dari utara ke selatan, mulai dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra. Di depan Candi Arjuna terdapat Candi Semar.
Bangunan candi yang berdiri sendiri misalnya Candi Bima, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawatik, Candi Parikesit, Candi Sentyaki, Candi Ontorejo, Candi Samba, Candi Nangkula, Candi Sadewa, Candi Gareng, Candi Petruk dan Candi Bagong.
Di antara keseluruhan candi di Komplek Percandian Dieng tersebut, terdapat tiga candi yang kini keadaannya masih relatif utuh yaitu Candi Bima, Candi Arjuna dan Candi Gatotkaca sedangkan yang lainnya dalam kondisi yang mengkhawatirkan bahkan sudah nyaris rata dengan tanah, kalau anda ingin tahu lebih jauh tentang candi-candi tersebut bisa langsung ke Museum yang ada didekat area candi di dekatnya juga ada cafe atau restoran untuk makan & beristirahat.
Kawah Sikidang
Setelah dari area komplek candi kita bergerak ke area kawah Sikidang, pintu masuknya dekat Candi Bima, karena kita datangnya pas hari kerja suasananya sepi banget (waktu itu cuma ada kelompok kita aja) jadi berasa nyaman dan fotonya bersih gak banyak orang lalu-lalang, didekat pintu masuk ada tempat area jualan buat pedagang makanan atau souvenir (yah seperti tempat wisata lainnya) katanya disini juga ada yang jual bunga Edelweis yang udah lumayan susah didapat (sudah gak boleh dipetik & dibawa orang harusnya sih) tapi kita gak nemu karena gak ada yang dagang satu juga hehehe...
Dilokasi ini bau belerangnya sangat menyengat & suhunya agak lumayan hangat, dikejauhan kita bisa lihat sumur geothermal tua yang masih beroperasi, energi panas bumi ini memang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di daerah Dieng ini kita banyak menjumpai pipa-pipa & sumur sumber panas bumi dimana-mana, kawah di Sikidang adalah yang terbesar di Dieng & katanya 2 bulan yang lalu area dekat kawah pernah meledak dan membentuk lembah serta gundukan tanah baru, kita sempet foto-foto dari atas gundukan tanah baru tersebut, setelah puas melihat-lihat & foto-foto disini tujuan selanjutnya kita ke Telaga Warna & Komplek Goa...
Sebagian info pada Komplek Candi dikutip dari situs Arkeologi.web.id
Letak pintu masuknya cukup dekat dari penginapan ± sekitar 500 meter, kita mulai dari Komplek Candi Arjuna sampai ke Kawah Sikidang, kalau anda hanya ingin melihat Kawah Sikidang saja bisa langsung menuju kesana (gak perlu bayar tiket, tempat beli tiket hanya di Komplek Candi saja) letaknya cukup jauh dari penginapan apabila di tempuh dengan jalan kaki tetapi kalau dari Puncak Cikunir cukup dekat (bisa motong jalan) jadi sekalian jalan ke Telaga Warna atau pulang ke peginapan (minta diarahkan guide-nya saja).
Komplek Candi di Dieng
Di Dataran Tinggi Dieng dapat dijumpai perkomplekan candi yang banyak jumlahnya. Penamaan candi diambil dari nama wayang yang bersumber dari cerita Baratayuda seperti Candi Puntadewa, Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Gatotkaca dan sebagainya.
Latak bangunan terpencar di beberapa tempat, sebagian ada yang mengelompok dan sebagian lain berdiri sendiri. Kelompok candi yang mengelompok yaitu komplek Percandian Arjuna yang berderet dari utara ke selatan, mulai dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra. Di depan Candi Arjuna terdapat Candi Semar.
Bangunan candi yang berdiri sendiri misalnya Candi Bima, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawatik, Candi Parikesit, Candi Sentyaki, Candi Ontorejo, Candi Samba, Candi Nangkula, Candi Sadewa, Candi Gareng, Candi Petruk dan Candi Bagong.
Di antara keseluruhan candi di Komplek Percandian Dieng tersebut, terdapat tiga candi yang kini keadaannya masih relatif utuh yaitu Candi Bima, Candi Arjuna dan Candi Gatotkaca sedangkan yang lainnya dalam kondisi yang mengkhawatirkan bahkan sudah nyaris rata dengan tanah, kalau anda ingin tahu lebih jauh tentang candi-candi tersebut bisa langsung ke Museum yang ada didekat area candi di dekatnya juga ada cafe atau restoran untuk makan & beristirahat.
- Candi Bima, Candi yang berukuran 4,93 x 4,34 m dianggap memiliki ciri arsitektur yang berbeda dengan candi lainnya di Indonesia. Candi Bima memiliki bentuk atap yang merupakan perpaduan gaya arsitektur India Utara dan India Selatan. Gaya India Utara tampak pada atap yang berbentuk menara yang meninggi (Sikhara). Sedangkan gaya India Selatan tampak pada bentuk atapnya yang bertingkat dan batur bangunan yang terdiri atas pelipit-pelipit mendatar. Sekain itu adanya menara-menara sudut dan relung-relung bentuk tapal kuda dengan hiasan kudu. Hiasan kudu pada Candi Bima ini berwujud manusia setengah badan yang melongok keluar dari bilik jendela.
- Candi Arjuna, Candi yang berukuran 6 x 6 m dan menghadap ke arah barat. Termasuk dalam kelompok candi Arjuna yaitu Candi Srikandi dan Candi Puntadewa. Keunikan bangunan kelompok Arjuna terletak pada bagian tubuh candi yang berbentuk Keben. Pada pintu masuk dan relung-relungnya dihiasi kala makara. Atap candi berbentuk seperti ada pembagian horisontal yang terdiri atas bentuk piramida-piramida jenjang dengan triap sidutnya terdapat menara-menara kecil. Menara kecil tersebut yang memiliki kemiripan dengan gaya arsitektur India Selatan. Ditemukannya prasasti berangka tahun 731 Caka (809 M) di dekat Candi Arjuna dapat menjadi petunjuk pembangunan candi sekitar awal abad IX M.
- Candi Gatotkaca, Bangunan candi berdenah persegi empat dan terdapat tonjolan pada bagian tengah keempat sisinya. Hiasan ornamental terlihat sangat menonjol dan didominasi oleh pelipit-pelipit halus. Arah hadap candi ke barat disertai pintu masuk bertangga dengan pipi tangga bersayap dan berukir gelung. Terdapat hiasan kala tanpa rahang bawah di atas relung. Bagian atap candi berhiaskan antefik (simbar) dan kepala singa pada setiap sudutnya. Terdapat juga menara-menara kecil di bagian atap paling bawah. Bentuk profil menara-menara tersebut hampir sama dengan profil candi. Atap puncak (mahkota) berbentuk silinder.
Setelah dari area komplek candi kita bergerak ke area kawah Sikidang, pintu masuknya dekat Candi Bima, karena kita datangnya pas hari kerja suasananya sepi banget (waktu itu cuma ada kelompok kita aja) jadi berasa nyaman dan fotonya bersih gak banyak orang lalu-lalang, didekat pintu masuk ada tempat area jualan buat pedagang makanan atau souvenir (yah seperti tempat wisata lainnya) katanya disini juga ada yang jual bunga Edelweis yang udah lumayan susah didapat (sudah gak boleh dipetik & dibawa orang harusnya sih) tapi kita gak nemu karena gak ada yang dagang satu juga hehehe...
Dilokasi ini bau belerangnya sangat menyengat & suhunya agak lumayan hangat, dikejauhan kita bisa lihat sumur geothermal tua yang masih beroperasi, energi panas bumi ini memang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di daerah Dieng ini kita banyak menjumpai pipa-pipa & sumur sumber panas bumi dimana-mana, kawah di Sikidang adalah yang terbesar di Dieng & katanya 2 bulan yang lalu area dekat kawah pernah meledak dan membentuk lembah serta gundukan tanah baru, kita sempet foto-foto dari atas gundukan tanah baru tersebut, setelah puas melihat-lihat & foto-foto disini tujuan selanjutnya kita ke Telaga Warna & Komplek Goa...
Sebagian info pada Komplek Candi dikutip dari situs Arkeologi.web.id
Monday, April 20, 2009
Sunrise di Gunung Cikunir (Dieng)
Untuk melihat sunrise di Gunung Cikunir / Sikunir yang katanya memiliki ketinggian ±2.500m dari permukaan laut perlu ada sedikit pengorbanan, yaitu:
- Tampang kucel gak mandi, karena dingin bener katanya bisa sampai 6°C, air disana berasa air es dan napas aja udah berasap embun, apalagi kalau naik motor bwuaahh... jari ma kuping ente siap-siap beku dah,
- Bangun pagi (salah satu yang gua benci hahaha...), sekitar jam 3.30 pagi kalo mau trekking jalan kaki atau jam 4.30 pagi kalau mau naik motor dilanjutin jalan kaki,
- Jalan trekking yang lumayan jauh, agak licin & menanjak (harus hati-hati, sebaiknya pakai sepatu trekking & jangan lupa bawa air minum!!!),
- Sholat subuh bisa kelewat kalau ambil yang jalan kaki, jadi sebaiknya wudhu dulu & jangan lupa pakai celana panjang yang bersih dan bawa sejadah, siap-siap buat sholat di atas.
Tapi semua itu bakal terbayar lunas begitu kita sampai dipuncak dengan pemandangan yang sangat indah dan udara yang sejuk (lumayan buat bersihin paru-paru dari udara Jakarta) lebih enak lagi sih sambil ngopi atau ngeteh anget, kalau kita lagi beruntung dan cuaca lagi cerah selain kita bisa dapet sunrise yang bagus, kita juga bisa lihat puncak Gunung Merapi (2.914m) & Gunung Sindoro (2.151m) dari sini, sampai ada bule yang bela-belain bolak-balik naik buat dapetin sunrise yang mantap, tapi tenang aja walaupun cuacanya lagi gak begitu baik kita masih bisa lihat pemandangan yang bagus kok (gua sendiri agak kurang beruntung yah walaupun gak ujan sih tapi mataharinya ketutup kabut).
Habis foto-foto lihat pemandangan sunrise dari puncak Cikunir, kita turun lagi kali ini lebih cepat dari naiknya paling-paling cuma 10 menit sampai parkiran motor, terus kita langsung menuju tempat wisata selanjutnya di Dieng ini, bisa ke Kawah Sikidang dulu atau ke Telaga Warna.
Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau)
Akhirnya kita berangkat juga Backpacking ke Dieng Plateau (jangan lupa bawa jaket atau sweater), start awal kita dari Yogyakarta menuju Wonosobo (kalau dari Jakarta bisa naik bus langsung ke Wonosobo dari terminal Lebak Bulus, Pulo Gadung atau Kampung Rambutan ongkosnya sekitar Rp.65.000,- s/d Rp.100.000,-/orang), sebenarnya kalau naik kendaraan pribadi ada beberapa jalur alternative menuju Dieng tapi berhubung kita ga punya maka kita lewat jalan ini aja yang lebih mudah.
Kalau ada yang berminat lewat jalur alternative bisa dicoba lewat:
- Via Pekalongan - Kajen. Kondisi jalan mulus, ditambah panorama yang cukup indah sepanjang jalan. Dari pekalongan ke selatan melewati Kedung Wuni-Wonopringgo-Kajen -Paninggaran-Kalibening-Wanayasa-Batur-Dieng.
- Via Banjarnegara - Karangkobar. Kondisi jalanan juga lumayan mulus Banjar negara - Karang kobar - wanayasa- Batur - Dieng. Sebenarnya dari karang kobar bisa langsung belok kanan akan sampai ke dekat Sumur Jalatunda. Cuma kondisi jalan kurang bersahabat. Kacuali bagi yangmau ngetest mobil . banyak tanjakan yang cukup terjal dan jalan yanng berupa batu yang ditumpuk. Jadi sebaiknya terus aja sampai ke Kota Wanayasa, baru belok kanan ke batur.
- Via Sukorejo - Jumprit - Dieng, dari Sukorejo Melewati Jumprit, satu Tempat yang dijadikan area wisata dan sepertinya dikeramatkan juga oleh penduduk Sekitar. Kondisi jalan cukup mulus, tapi sempit dengan kelokan dan tanjakan yg cukup menantang, meliuk liuk dipinggang Gunung sundoro di samping kiri. Sementara di arah kanan Gnung Perahu nampak jelas dibalik lembah dan jurang.
- Dari pekalongan - Bandar Sedayu (25 Km) jalanan sangat mulus, karena merupakan jalan utama yang mengubungkan Bandar sedayu ke Pekalongan. Setelah Bandar Sedayu jalanan sedikit bergerotakan, karna aspalnya yg kurang banyak. Bahkan ada satu kawasan yang kondisinya sedikit lebih bagus dari kubangan kerbau sepanjang 3 KM. sayang Hutan perawan yang dulu cukup lebat buat menutupin langit dari penglihatan, sekarang sudah menipis, nyaris gak beda dengan perkebunan.
Ok kita sambung lagi, dari Yogyakarta - Wonosobo kita naik Travel (ongkosnya sekitar Rp.40.000,-/orang) ada banyak travel menuju Wonosobo tapi waktu itu kita naik Rahayu Travel (gak ada alasan khusus sih), perjalanan ± 3,5 jam sampai di Wonosobo, jangan lupa minta ke supirnya untuk nurunin kita di tempat mangkal nya Bus menuju Dieng (bisa juga turun di alun-alun dari situ tinggal nanya dan jalan dikit), terus kita naik bus Wonosobo - Batur (lewat Dieng kok tenang aja) bilang aja turun di pertigaan Dieng, perjalanannya sekitar 2,5 jam dengan pemandangan yang indah, ongkosnya sekitar Rp.8.000,-/orang (turis mancanegara bisa sampai Rp.20.000,-/orang), kalau kamu maniak teh hitam bisa mampir di perkebunan teh Tambi katanya teh yang ditanam disini kualitasnya no.1 (kalau mau turun di perkebunan teh Tambi bilang aja turun di Rejosari paling cuma bayar Rp.4.000,-/orang dari situ tinggal naik ojek ongkosnya sekitar Rp.3.000,-/ojek).
Sesampainya di pertigaan Dieng udah sore langsung pakai jaketnya karena dingin bener broo... terus kita lanjut nyari penginapan (kalau gak kuat dingin mending nginep di Wonosobo aja), di sekitar situ banyak penginapan sih dan berhubung kita perginya hari minggu jadi gampang dapetnya, kita nginep di penginapan Bu Jono (Hp.085227389949 cp. Didik) karena ngeliat ada Tourist Information & ada restorannya, tarifnya sekitar Rp.40.000,-/kamar untuk kamar biasa & Rp.100.000,- untuk yang ada TV dan kamar mandi di dalam dengan air panas dapat welcome drink juga, tarif diatas untuk hari biasa alias weekday sedangkan untuk tarif kamar pada waktu weekend Rp.70.000,-/kamar untuk yang biasa & Rp150.000,-/kamar untuk yang ada TV dan kamar mandinya di dalam, kita ambil yang Rp.100.000,- berhubung ada TV-nya tapi yang apes ternyata air panasnya lagi rusak (waaakh gak mandi dah, udara & airnya dingin beneeerr).
Kalau perginya weekend ada baiknya booking tempat dulu, buat alternative bisa coba Homestay Pancawarna, cp: Daryanto/Hotimah 085878581677 atau Pondok Wisata Lestari, cp: Pak Syukur 085228272404 atau 0281- 3342026 Ratenya mulai dari 60 ribu hingga 350 ribu, letaknya masuk ke dalam gang sedikit dari jalan raya & tempatnya cukup bersih. FYI jangan mengharapkan ada penginapan atau hotel mewah disini, kalau memang gak ada yang cocok mungkin bisa coba menginap di Wonosobo saja dengan resiko tidak bisa melihat sunrise di Gunung Cikunir.
Karena sudah sore kita jalan-jalan & sholat didekat penginapan aja (banyak masjid & Mushola), di Dieng mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani kentang jadi sepanjang mata memandang banyak sekali perkebunan kentang & bau khas pupuk & biomass (kalo gak tahan baunya jangan lupa bawa masker hahaha...), biaya hidup disini lumayan agak mahal untuk turis karena gak banyak yang buka rumah makan di sini apalagi kalau pas hari biasa yang notabene gak banyak turisnya (for your information sepiring nasi goreng disini harganya sekitar Rp.11.000,- s/d Rp.15.000,-).
Sehabis sholat & makan malem kita tanya-tanya tentang tempat wisata disini dan gimana caranya kita bisa kesana, berikut adalah list tempat yang bisa di kunjungi di Dieng Plateau :
Sesampainya di pertigaan Dieng udah sore langsung pakai jaketnya karena dingin bener broo... terus kita lanjut nyari penginapan (kalau gak kuat dingin mending nginep di Wonosobo aja), di sekitar situ banyak penginapan sih dan berhubung kita perginya hari minggu jadi gampang dapetnya, kita nginep di penginapan Bu Jono (Hp.085227389949 cp. Didik) karena ngeliat ada Tourist Information & ada restorannya, tarifnya sekitar Rp.40.000,-/kamar untuk kamar biasa & Rp.100.000,- untuk yang ada TV dan kamar mandi di dalam dengan air panas dapat welcome drink juga, tarif diatas untuk hari biasa alias weekday sedangkan untuk tarif kamar pada waktu weekend Rp.70.000,-/kamar untuk yang biasa & Rp150.000,-/kamar untuk yang ada TV dan kamar mandinya di dalam, kita ambil yang Rp.100.000,- berhubung ada TV-nya tapi yang apes ternyata air panasnya lagi rusak (waaakh gak mandi dah, udara & airnya dingin beneeerr).
Kalau perginya weekend ada baiknya booking tempat dulu, buat alternative bisa coba Homestay Pancawarna, cp: Daryanto/Hotimah 085878581677 atau Pondok Wisata Lestari, cp: Pak Syukur 085228272404 atau 0281- 3342026 Ratenya mulai dari 60 ribu hingga 350 ribu, letaknya masuk ke dalam gang sedikit dari jalan raya & tempatnya cukup bersih. FYI jangan mengharapkan ada penginapan atau hotel mewah disini, kalau memang gak ada yang cocok mungkin bisa coba menginap di Wonosobo saja dengan resiko tidak bisa melihat sunrise di Gunung Cikunir.
Karena sudah sore kita jalan-jalan & sholat didekat penginapan aja (banyak masjid & Mushola), di Dieng mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani kentang jadi sepanjang mata memandang banyak sekali perkebunan kentang & bau khas pupuk & biomass (kalo gak tahan baunya jangan lupa bawa masker hahaha...), biaya hidup disini lumayan agak mahal untuk turis karena gak banyak yang buka rumah makan di sini apalagi kalau pas hari biasa yang notabene gak banyak turisnya (for your information sepiring nasi goreng disini harganya sekitar Rp.11.000,- s/d Rp.15.000,-).
- Sunrise di Gunung Cikunir
- Komplek Candi Arjuna, Candi Gatot kaca, Candi Bima & Kawah Sikidang
- Telaga Warna, Telaga Pengilon, Dieng Plateau Theatre & Komplek Goa
- PLTP Dieng (PT. Geo Dipa Energi)
- Telaga Mardada, Sumur Jalatunda, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka
- Telaga Cebong & Air terjun Sikarim
- Ada beberapa tempat lagi seperti Menara Pandang & Kebun Teh Tambi (mungkin bisa dikunjungi sebelum atau sehabis dari Dieng Plateau).
Subscribe to:
Posts (Atom)