Pada tahun 2006 saya bersama teman-teman senasib dari Banda Aceh & Jakarta berkesempatan untuk menjelajahi Kepulauan Sabang, karena keindahan alamnya sampai 3 kali saya berkunjung ke pulau paling barat di Indonesia ini. Sabang sangat cantik & umumnya bergelombang, berbukit-bukit sedang sampai curam. Sedangkan sepanjang pantainya penuh dengan batuan. Kepulauan Sabang terdiri atas 5 (lima) buah pulau yaitu Pulau Weh (121 km2), Pulau Rubiah (0,357 km2), Pulau Seulako (0,055 km2), Pulau Klah (0,186 km2), dan Pulau Rondo (0,650 km2).
Menurut sejarah, P. Weh ditemukan sekitar tahun 301 Sebelum Masehi oleh seorang Ahli Bumi asal Yunani, Ptolomacus, yang tengah berlayar ke arah timur. Di tengah jalan, ia berlabuh di sebuah pulau tak dikenal di mulut selat Malaka. Pulau inilah yang kemudian dikenal sebagai Pulau Weh (Weh dalam bahasa Aceh berarti terpisah). Banyak mitos yang menceritakan bagaimana P.Weh berpisah dengan P. Sumatra.
Transportasi menuju Sabang
Sebenarnya ada banyak pantai yang ada di Sabang tetapi ada 2 yang sangat terkenal yaitu Pantai Iboih & Pantai Gapang, beberapa alasan kenapa kami lebih memilih Pantai Iboih daripada tempat yang lain karena, dekat dengan Pulau Rubiah (kami berencana untuk camping di Pulau ini), spot yang paling bagus untuk snorkling & diving, penginapannya masih tergolong lebih murah daripada di Pantai Gapang (sekitar Rp.40.000 - Rp.200.000). Tetapi untuk menikmati pantai dengan hamparan pasir putih, Pantai Gapang mungkin pilihan yang pertama.
Pantai Iboih atau dalam bahasa penduduk setempat, Tepin Layeu, merupakan area pantai yang terletak persis berseberangan dengan Pulau Rubiah. Iboih kental dengan suasananya yang masih alami dan sangat cocok bagi para backpacker karena tersedianya fasilitas akomodasi berupa pondok-pondok di bibir pantai dari yang sederhana sampai yang sudah di fasilitasi dengan kamar mandi di dalam kamar & ada cafe-cafe sederhana. Selain untuk sekedar bersantai dan berenang-renang di pinggir pantainya yang tenang, di Iboih kita juga dapat melakukan aktifitas lain seperti snorkling, diving, atau hanya sekedar berkeliling menggunakan perahu yang disewakan oleh penduduk setempat.
Kalau ingin ber-snorkling & diving di Iboih bisa sewa peralatan di Rubiah Tirta Dive Center yang dikelola Pak Doden & anak-anaknya, pada saat itu cuma satu-satunya di Pantai Iboih. Beberapa dive spot yang ada di Iboih & Rubiah adalah West Seulako, Rubiah Sea Garden, Rubiah Utara, Batee Tokong dan The Canyon. Apabila ingin menyebrang ke Pulau Rubiah bisa menyewa boat penduduk setempat, kalau berani bisa juga dengan berenang. Airnya sangat bening & tenang, pemandangan bawah lautnya juga indah & beraneka warna, saya pernah coba berenang bolak-balik Pulau Rubiah - Iboih cuma pakai celana pendek & peralatan snorkling standar (fin & masker), sempat takut juga waktu melintas di atas ikan Pari & ubur-ubur bahkan ada ubur-ubur api yang sengatannya bisa bikin pingsan orang dewasa, operator boat yang kami naiki beberapa hari kemudian cerita kalau dia pernah pingsan di sengat ubur-ubur api di situ (sampe nunjukin bekas sengatannya) hii... ngeri juga... cukup sekali itu aja deh hehehe...
Kami camping sekitar 2 hari di Pulau Rubiah, sebelumnya tidak lupa beli bahan makanan persediaan air minum di Pantai Iboih karena Pulau Rubiah adalah pulau kecil yang katanya cuma di huni oleh sepasang suami istri (sayangnya kita gak sempet ketemu). Kami buka tenda & membuat api unggun di dermaga kecil seberang Pantai Iboih, di dekatnya ada makam yang panjang konon katanya itu adalah makam Siti Rubiah, di situ juga banyak benda-benda peninggalannya seperti sumur, dan katanya bekas rumahnya Siti Rubiah dan juga terdapat reruntuhan bekas bangunan karantina haji. Di lokasi inilah dulunya jemaah haji Aceh dikarantina sebelum diberangkatkan dengan kapal ke tanah suci.
Pemandangan di Pulau Rubiah sangat indah, airnya sangat bening bahkan saking beningnya kalau mancing kita bisa lihat ikan-ikan yang menjadi target kita, di bagian timur pulau kita bisa melihat sunset & sunrise yang tidak kalah dengan di Bali, saya dengan beberapa teman sempat menelusuri jalan setapak yang memutar-mutar di dalam hutan di Pulau dan juga menjumpai goa tapi kita gak berani masuk. Pemandangan bawah laut di sini juga menyenangkan, bisa di bilang laut sekitar Pulau Rubiah adalah salah satu surganya para diver, tetapi pantai bagian timur pulau yang menjorok ke laut lepas agak rusak karena tsunami. Oh iya kami sempat kehabisan bekal disini yang akhirnya kita hanya makan dengan ikan-ikan hasil pancingan ditambah mie remes, minum juga dengan air kelapa karena sekeliling kita ya cuma ada air laut.
Setelah beberapa hari camping di Pulau Rubiah kita menuju Pantai Gapang menyewa Boat warga setempat, tidak disangka-sangka di tengah perjalanan kami terkena hujan badai yang lumayan besar, terombang-ambing ditengah ombak laut & membuat seisi kapal panik, ada yang berteriak-teriak tidak sedikit juga yang komat-kamit berdoa, alhamdulillah sampai di tepi pantai Gapang dengan selamat (ada yang sujud syukur segala loh hehehe...), berhubung sudah pada basah kuyup kita langsung cari penginapan untuk mandi & beristirahat, lumayan mahal yang paling murah aja sekitar Rp.200.000, tapi gak apa-apa lah buat nenangin diri sebentar.
Panorama di Pantai Gapang juga lumayan indah, kita bisa melihat sunset & sunrise dari dermaga kecil di sana (lebih besar dari yang ada di Iboih & Rubiah), kita hanya menginap semalam disana dan berangkat ke Balohan keesokan harinya untuk pulang kembali ke Banda Aceh. Sebelum pulang kita menyempatkan diri mampir ke Tugu Nol Kilometer, sekitar 9 km dari Pantai Gapang, aksesnya cukup baik namun sangat menanjak & berliku, melewati hutan lindung & pos penjaga perbatasan, kita juga menjumpai beberapa monyet berkeliaran dijalan sepanjang hutan lindung menuju tugu.
Tugu Kilometer Nol merupakan sebuah bangunan yang menjulang setinggi 22,5 meter berbentuk lingkaran berjeruji. Semua bagian tugu ini dicat berwarna putih. Di puncak tugu bertengger patung burung garuda menggenggam angka nol. Sebuah prasasti marmer hitam menunjukkan posisi geografis tempat ini: Lintang Utara 05 54' 21,99" Bujur Timur 95 12' 59,02". Tugu ini berdiri di sebuah bukit yang sepi dengan laut biru membentang di bawahnya. Pemandangan dari atas bukit ini cantik sekali dengan pemandangan laut membiru dan suara angin menderu. Tempat ini merupakan sebuah kawasan hutan lindung di ujung Pulau Weh.
Menjelajahi Sabang memang tidak akan cukup dilalui dalam satu hari, jika anda punya waktu libur sepekan atau lebih, nikmatilah keindahan Pulau Weh & sekitarnya... Teurimong Geunaseh, beh…
Menurut sejarah, P. Weh ditemukan sekitar tahun 301 Sebelum Masehi oleh seorang Ahli Bumi asal Yunani, Ptolomacus, yang tengah berlayar ke arah timur. Di tengah jalan, ia berlabuh di sebuah pulau tak dikenal di mulut selat Malaka. Pulau inilah yang kemudian dikenal sebagai Pulau Weh (Weh dalam bahasa Aceh berarti terpisah). Banyak mitos yang menceritakan bagaimana P.Weh berpisah dengan P. Sumatra.
Transportasi menuju Sabang
- Dari Banda Aceh bisa melalui Pelabuhan Ulee Lheue dengan menggunakan Kapal cepat (KM.Pulo Rondo atau KM.Baruna Duta) dengan harga tiket sekitar Rp.60.000 - Rp.80.000, lama perjalanan sekitar 45 menit - 1 jam. Bila ingin lebih santai atau bawa kendaraan sendiri bisa dengan Kapal Ferry (Tanjung Burang) dengan lama perjalanan sekitar 2-3 jam.
- Dari Pelabuhan Malahayati, berada di kabupaten Aceh Besar berjarak sekitar 38 km dari Banda Aceh, bisa dengan Kapal cepat & Kapal Ferry juga.
- Kabarnya sekarang sudah ada penerbangan ke Sabang dari Banda Aceh dengan menggunakan pesawat SMAC.
Sebenarnya ada banyak pantai yang ada di Sabang tetapi ada 2 yang sangat terkenal yaitu Pantai Iboih & Pantai Gapang, beberapa alasan kenapa kami lebih memilih Pantai Iboih daripada tempat yang lain karena, dekat dengan Pulau Rubiah (kami berencana untuk camping di Pulau ini), spot yang paling bagus untuk snorkling & diving, penginapannya masih tergolong lebih murah daripada di Pantai Gapang (sekitar Rp.40.000 - Rp.200.000). Tetapi untuk menikmati pantai dengan hamparan pasir putih, Pantai Gapang mungkin pilihan yang pertama.
Pantai Iboih atau dalam bahasa penduduk setempat, Tepin Layeu, merupakan area pantai yang terletak persis berseberangan dengan Pulau Rubiah. Iboih kental dengan suasananya yang masih alami dan sangat cocok bagi para backpacker karena tersedianya fasilitas akomodasi berupa pondok-pondok di bibir pantai dari yang sederhana sampai yang sudah di fasilitasi dengan kamar mandi di dalam kamar & ada cafe-cafe sederhana. Selain untuk sekedar bersantai dan berenang-renang di pinggir pantainya yang tenang, di Iboih kita juga dapat melakukan aktifitas lain seperti snorkling, diving, atau hanya sekedar berkeliling menggunakan perahu yang disewakan oleh penduduk setempat.
Kalau ingin ber-snorkling & diving di Iboih bisa sewa peralatan di Rubiah Tirta Dive Center yang dikelola Pak Doden & anak-anaknya, pada saat itu cuma satu-satunya di Pantai Iboih. Beberapa dive spot yang ada di Iboih & Rubiah adalah West Seulako, Rubiah Sea Garden, Rubiah Utara, Batee Tokong dan The Canyon. Apabila ingin menyebrang ke Pulau Rubiah bisa menyewa boat penduduk setempat, kalau berani bisa juga dengan berenang. Airnya sangat bening & tenang, pemandangan bawah lautnya juga indah & beraneka warna, saya pernah coba berenang bolak-balik Pulau Rubiah - Iboih cuma pakai celana pendek & peralatan snorkling standar (fin & masker), sempat takut juga waktu melintas di atas ikan Pari & ubur-ubur bahkan ada ubur-ubur api yang sengatannya bisa bikin pingsan orang dewasa, operator boat yang kami naiki beberapa hari kemudian cerita kalau dia pernah pingsan di sengat ubur-ubur api di situ (sampe nunjukin bekas sengatannya) hii... ngeri juga... cukup sekali itu aja deh hehehe...
Kami camping sekitar 2 hari di Pulau Rubiah, sebelumnya tidak lupa beli bahan makanan persediaan air minum di Pantai Iboih karena Pulau Rubiah adalah pulau kecil yang katanya cuma di huni oleh sepasang suami istri (sayangnya kita gak sempet ketemu). Kami buka tenda & membuat api unggun di dermaga kecil seberang Pantai Iboih, di dekatnya ada makam yang panjang konon katanya itu adalah makam Siti Rubiah, di situ juga banyak benda-benda peninggalannya seperti sumur, dan katanya bekas rumahnya Siti Rubiah dan juga terdapat reruntuhan bekas bangunan karantina haji. Di lokasi inilah dulunya jemaah haji Aceh dikarantina sebelum diberangkatkan dengan kapal ke tanah suci.
Pemandangan di Pulau Rubiah sangat indah, airnya sangat bening bahkan saking beningnya kalau mancing kita bisa lihat ikan-ikan yang menjadi target kita, di bagian timur pulau kita bisa melihat sunset & sunrise yang tidak kalah dengan di Bali, saya dengan beberapa teman sempat menelusuri jalan setapak yang memutar-mutar di dalam hutan di Pulau dan juga menjumpai goa tapi kita gak berani masuk. Pemandangan bawah laut di sini juga menyenangkan, bisa di bilang laut sekitar Pulau Rubiah adalah salah satu surganya para diver, tetapi pantai bagian timur pulau yang menjorok ke laut lepas agak rusak karena tsunami. Oh iya kami sempat kehabisan bekal disini yang akhirnya kita hanya makan dengan ikan-ikan hasil pancingan ditambah mie remes, minum juga dengan air kelapa karena sekeliling kita ya cuma ada air laut.
Setelah beberapa hari camping di Pulau Rubiah kita menuju Pantai Gapang menyewa Boat warga setempat, tidak disangka-sangka di tengah perjalanan kami terkena hujan badai yang lumayan besar, terombang-ambing ditengah ombak laut & membuat seisi kapal panik, ada yang berteriak-teriak tidak sedikit juga yang komat-kamit berdoa, alhamdulillah sampai di tepi pantai Gapang dengan selamat (ada yang sujud syukur segala loh hehehe...), berhubung sudah pada basah kuyup kita langsung cari penginapan untuk mandi & beristirahat, lumayan mahal yang paling murah aja sekitar Rp.200.000, tapi gak apa-apa lah buat nenangin diri sebentar.
Panorama di Pantai Gapang juga lumayan indah, kita bisa melihat sunset & sunrise dari dermaga kecil di sana (lebih besar dari yang ada di Iboih & Rubiah), kita hanya menginap semalam disana dan berangkat ke Balohan keesokan harinya untuk pulang kembali ke Banda Aceh. Sebelum pulang kita menyempatkan diri mampir ke Tugu Nol Kilometer, sekitar 9 km dari Pantai Gapang, aksesnya cukup baik namun sangat menanjak & berliku, melewati hutan lindung & pos penjaga perbatasan, kita juga menjumpai beberapa monyet berkeliaran dijalan sepanjang hutan lindung menuju tugu.
Tugu Kilometer Nol merupakan sebuah bangunan yang menjulang setinggi 22,5 meter berbentuk lingkaran berjeruji. Semua bagian tugu ini dicat berwarna putih. Di puncak tugu bertengger patung burung garuda menggenggam angka nol. Sebuah prasasti marmer hitam menunjukkan posisi geografis tempat ini: Lintang Utara 05 54' 21,99" Bujur Timur 95 12' 59,02". Tugu ini berdiri di sebuah bukit yang sepi dengan laut biru membentang di bawahnya. Pemandangan dari atas bukit ini cantik sekali dengan pemandangan laut membiru dan suara angin menderu. Tempat ini merupakan sebuah kawasan hutan lindung di ujung Pulau Weh.
Menjelajahi Sabang memang tidak akan cukup dilalui dalam satu hari, jika anda punya waktu libur sepekan atau lebih, nikmatilah keindahan Pulau Weh & sekitarnya... Teurimong Geunaseh, beh…
No comments:
Post a Comment